Gresik merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang menyimpan banyak artefak sejarah masa lalu. Sebagai Kota Tua, aroma kejayaan peradaban masa lalu masih teras hingga kini. Dominasi warna Islam menyiratkan kebudayaan masa lalu yang tidak jauh dari sejarah awal-awal perkembangan Islam di Tanah Jawa dan keramaian pesisir pantai dan dermaganya menyiratkan bahwa dahulu di Kota ini selalu terlibat perniagaan antar bangsa-bangsa di Asia dan Dunia.
Sebagai kota lama yang mewarnai peradaban di masa lalu, Kota Gresik memiliki aneka macam kuliner warisan leluhur yang tetap lestari. Salah satu kawasan kuliner yang mensiratkan tingginya peradaban di masa lalu itu bisa ditemui di kawasan kota lama.
Seperti yang berada di Jalan Wakhid Hasyim, Raden Santri,
Basuki Rachmat, HOS Cokroaminoto, Jalan Nyi Ageng Arem-arem, dan
Kampung Kemasan yang layak menjadi kawasan wisata pusaka Indonesia.
Di situ ada sejumlah bangunan kuno berusia seabad yang masih terpelihara rapi.
Dari sisi seni tradisi dan sastra, di kota ini masih terdapat macapatan, pencak macan, kedungdangan, dan seni lukis damar kurung yang bisa
dinikmati para penghobi dan pecinta sejarah.
Badan Pelestarian Pusaka
Indonesia (BPPI) yang berkunjung ke Gresik Kota Lama, beberapa waktu lalu, menilai Gresik layak menjadi kawasan wisata heritage (pusaka)
Indonesia. dalam pandangan mereka, Banyak bangunan di Gresik yang berdiri sejak tahun 1898 dan
1900-an.
Dalam jelajah pusaka Gresik
(Gresik Heritage Trail), selain melihat seni arsitektur tempo dulu,
peserta juga bisa menikmati kesenian tradisi Gresik, seperti pencak
macan dan kedundangan. Wakil Bupati Gresik Mohammad Qosim pun mengenakan
pakaian khas tempo dulu dan ikut menari bersama wisatawan asing.
Mereka juga dihibur dengan penampilan Abdur Rachman Chadery—disapa
Amang Genggong—yang piawai memainkan harmonika. Cak Amang membunyikan
harmonika tanpa handle dengan tiga suara sekaligus memeragakan gerakan
pencak silat.
Peserta jelajah dan masyarakat Gresik bisa menikmati sajian kuliner
Gresik tempo dulu dan makanan khas Gresik lainnya. Ibu-ibu yang
berjualan lesehan pun mengenakan pakaian tempo dulu. Menu yang disajikan
di antaranya sego krawu, endoek lompoer, sego roomo, icak-icak, kupat
ketheg, masin keroepoek, arang-arang kambang, boeboer wadoek, oeboes,
joewada-joeboeng, lepet sriekaya, dan loewo.
Prototipe Warisan Budaya Masa lalu
Upaya pelestarian budaya tradisi dan
bangunan kuno di Gresik akan dijadikan prototipe pelestarian pusaka.
Pola sinergi antara Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mata
Seger), pemilik bangunan kuno, warga sekitar, komunitas seni tradisi,
perusahaan, dan pemerintah dinilai BPPI unik dan bagus. Tokoh-tokoh BPPI
yang ikut Jelajah Pusaka Gresik antara lain Hashim Djojohadikusumo, Pia
Alisjahbana, Heri Achmadi (anggota DPR), I Gede Ardhika (mantan Menteri
Pariwisata era Abdurrahman Wahid), dan Luluk Sunarto.
Bangunan kuno di Gresik dinilai lebih menarik dibanding daerah lain
di Indonesia. Kesenian tradisionalnya masih terpelihara, seperti pencak
macan. Pelibatan kaum ibu menyajikan masakan tempo dulu. Kuliner khas
Gresik juga diapresiasi.
Ketua Gresik Heritage Trail (Jelajah Pusaka Gresik) Kris Adji AW
menyatakan kawasan Gresik Kota Lama layak masuk kawasan wisata pusaka.
Upaya melestarikan aset cagar budaya dan seni tradisi dibangun dengan
melibatkan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. ”Warga mau mengecat
sendiri bangunan kuno miliknya dan terbuka bagi peserta,” ujarnya. Kini
terdata sekitar 350 dari 600-an bangunan kuno.
Bupati Gresik Sambari Halim Radianto sepakat agar bangunan kuno yang
ada dan bernilai sejarah dilestarikan. Kalaupun dipugar tidak mengubah
bentuk aslinya. Ia menceritakan bahwa Gresik adalah kota dagang yang
sudah tua. ”Terbukti saat itu ada syahbandar sekaligus pedagang besar
dari Gresik, Nyai Ageng Pinatih,” ujarnya.
Sisa kota lama juga dapat dilihat dari peninggalan beberapa rumah
buatan tahun 1800 hingga 1911. Gaya arsitektur dan ornamen banyak yang
masih asli, hanya sebagian saja yang sudah direnovasi, termasuk jadi
rumah tinggal dan tempat usaha.
Kejayaan Peradaban masa lalu
Gresik merupakan kota pelabuhan dan
perdagangan yang berkembang sejak Nusantara menjadi titik simpul
perdagangan internasional di kawasan timur Asia. Hal itu menyebabkan
Gresik tumbuh dan berkembang dengan masyarakat multikultural dan
multietnis.
Pegiat Mata Seger, Oemar Zainudin, menyebutkan, sejak zaman kerajaan
Majapahit, Gresik sudah disebut-sebut sebagai salah satu prototipe kota
tua. Perannya sebagai kota dagang mulai berkembang sejak pertengahan
abad ke-14 seirama dinamika kota-kota dagang lainnya di Nusantara
terkait dalam jaringan perdagangan dunia.
Pada jalur perdagangan, dari Maluku melintasi Laut Flores, Laut Jawa,
Selat Malaka, Teluk Benggala, Pantai Coromandel dan Malabar di India,
Gujarat, Persia diteruskan sampai ke Eropa, Gresik menjadi salah satu
simpul perdagangan penting. Lahirnya Gresik sebagai kota dagang dunia
dan kota pelabuhan didukung keberadaannya di pantai utara Laut Jawa
selaku jalur utama perdagangan Nusantara dan internasional.
Gresik diapit oleh dua muara sungai besar, yaitu Bengawan Solo di
sisi barat dan Kali Brantas di sisi timur. Ini menjadikan Gresik sebagai
kota pelabuhan yang strategis sekaligus sebagai simpul sistem
perdagangan regional yang menghubungkan daerah pedalaman Pulau Jawa
dengan luar Jawa.
Goresan masa lalu itu di antaranya tecermin dari bangunan Masjid
Jami’, gedung DPRD, kantor pos, rumah dinas wakil bupati, Gardu Suling,
Gedung Limo, Gedung Gajah Mungkur, serta Kampung Kemasan. Setiap gedung
punya nilai sejarah dan masih tetap terjaga.
Ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia I Gede Ardika mengatakan,
banyak yang harus dilakukan bangsa ini dalam melestarikan budaya secara
nasional. Hal sederhana yang harus dilakukan setiap warga adalah menjaga
identitas budaya masing-masing agar tak luntur. Selain itu, perlu
mendorong interaksi, asimilasi, dan akulturasi antardaerah supaya
mengindonesia.
Tahun ini Kota Gresik menjadi salah satu tujuan jelajah pusaka.
Meskipun Gresik tak identik dengan tujuan wisata, kota ini sarat nilai
sejarah dan sosial budaya, seperti Kampung Kemasan. Pada abad ke-19
kampung itu merupakan permukiman orang Eropa dan kaum pribumi yang
mapan.
Kawasan itu bisa dikatakan basis perajin dan pedagang pribumi saat
itu. Bangunan di dalam dan di sekitar lokasi ini memiliki arsitektur
perpaduan antara corak Eropa, China, serta Timur Tengah.
Gresik menjadi titik simpul perdagangan internasional, terutama dari
bangsa-bangsa Eropa dan Asia Tengah. Tome Pires, musafir Portugis (dalam
H De Graaff the Piqeaud, Kerajaan Islam di Jawa), pada abad ke-16
menyaksikan transaksi perdagangan di Gresik sudah ramai. Kapal-kapal
yang singgah berasal dari Banda, Gujarat, Siam, dan China.
Hal itu mendorong penduduk Gresik menjadi perajin dan pedagang.
Sebagian besar perajin permata, kuningan, kulit (sandal, sepatu,
terompah, sabuk, tas), tukang ukir, pandai besi, tukang peti, tukang
jahit pakaian, kopiah, dan nelayan.
Jejak-jejak masa lalu kebesaran dan kemasyhuran Gresik itu diharapkan
menjadi penyemangat melestarikan nilai budaya yang luhur dalam konteks
kekinian. Nilai budaya, tradisi, dan kearifan lokal merupakan bagian
dari pusaka yang harus dijaga selain bentuk fisik bangunan kuno, kitab
kuno, atau benda pusaka lainnya.
Sumber berita : Kompas/Adi Sucipto Kisswara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar