• Breaking News

    Kamis, 11 Oktober 2012

    PROTES PETANI GARAM MADURA

    Dalam dua pekan terakhir, Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Jawa Timur mencatat beberapa kali aksi demonstrasi petani garam di Madura. Pada Rabu (12/9), petani garam Sumenep melakukan aksi protes dengan menaburkan garam di sepanjang jalan raya menuju Kota Sumenep. 

    Sepekan kemudian, aksi serupa berlangsung di Sampang (19/9), dengan menaburkan sebanyak 25 ton garam di jalanan.
    Sejauh yang bisa diamati, tuntutan masyarakat dalam aksi tersebut tidak mendapat tanggapan berarti dari para pengambil kebijakan, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Padahal, garam adalah salah satu identitas penting yang melekat pada keberadaan Pulau Madura. Produksi garam di Pulau Madura juga menjadi pilar penting produksi garam nasional karena mencapai 700 ribu ton per tahun atau sekitar 50% dari total produksi garam nasional.
    Sebagaimana diketahui, produksi garam nasional rata-rata sebesar 1,4 juta ton dengan cuaca normal, dimana 400 ribu ton diantaranya diproduksi oleh PT Garam dan 1 juta ton lainnya dari produksi garam rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, pemerintah Indonesia saat ini mengimpor satu  juta ton garam per tahun dari Australia, India dan Republik Rakyat China. Alasannya, kebutuhan untuk industri dan konsumsi masyarakat mencapai 2,4 juta ton.
    Dalam kondisi seperti itu, menjadi sangat ironis ketika kemudian harga jual garam di tingkat petani justru “terjun bebas” pada kisaran Rp 200-450 per kilogram, jauh di bawah harga yang ditentukan pemerintah sebesar Rp 550 per kilogram untuk kualitas dua (kw-2) dan Rp 750 untuk kualitas satu (kw-1). Fakta itu jelas sangat kontradiktif dengan kebutuhan garam di dalam negeri yang masih sangat jauh dari total produksi garam nasional.
    Berkenaan dengan hal tersebut, Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Jawa Timur perlu menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
    ertama,  Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai entitas politik yang diberi mandat untuk menjadi “pengurus negara” perlu segera merespons aksi protes petani garam yang cenderung mengarah kepada frustasi sosial, sebagaimana tergambar dalam aksi protes di Sumenep dan Sampang. 
    kedua,    Respons “pengurus negara” terhadap aksi protes karena rendahnya harga jual garam di tingkat petani dibandingkan harga patokan pemerintah, harus benar-benar menjawab persoalan yang dialami petani garam secara solutif, utuh dan komprehensif. Bukan kebijakan parsial yang hanya bernuansa formalistik dan simbolik, apalagi sekadar untuk pencitraan politik.
    Untuk merumuskan kebijakan yang solutif, utuh dan komprehensif, pemerintah dan pemerintah daerah harus mengajak dialog berbagai elemen masyarakat yang memiliki concern dan kepedulian terhadap keberadaan petani garam. 
    Keempat, Pada tingkat “pengurus negara”, LPPNU Jawa Timur mendesak agar pemerintah lebih mengefektifkan Tim Swasembada Garam (Kementerian Perdagangan, Kementerian PU, kementerian Koperasi & UMKM, Kementerian PDT, Kementerian Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan) dan melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian BUMN, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten se-Madura, untuk duduk bersama membahas persoalan tata kelola garam yang betul-betul berpihak pada kepentingan rakyat dan petani garam

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Fashion

    Beauty

    Travel