Sejauh yang bisa diamati,
tuntutan masyarakat dalam aksi tersebut tidak mendapat tanggapan berarti dari
para pengambil kebijakan, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Padahal,
garam adalah salah satu identitas penting yang melekat pada keberadaan Pulau
Madura. Produksi garam di Pulau Madura juga menjadi pilar penting produksi
garam nasional karena mencapai 700 ribu ton per tahun atau sekitar 50% dari
total produksi garam nasional.
Sebagaimana diketahui, produksi
garam nasional rata-rata sebesar 1,4 juta ton dengan cuaca normal, dimana 400
ribu ton diantaranya diproduksi oleh PT Garam dan 1 juta ton lainnya dari
produksi garam rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, pemerintah
Indonesia saat ini mengimpor satu juta
ton garam per tahun dari Australia, India dan Republik Rakyat China. Alasannya,
kebutuhan untuk industri dan konsumsi masyarakat mencapai 2,4 juta ton.
Dalam kondisi seperti itu,
menjadi sangat ironis ketika kemudian harga jual garam di tingkat petani justru “terjun bebas” pada
kisaran Rp 200-450 per kilogram, jauh di bawah harga yang ditentukan pemerintah
sebesar Rp 550 per kilogram untuk kualitas dua (kw-2) dan Rp 750 untuk kualitas
satu (kw-1). Fakta itu jelas sangat kontradiktif dengan kebutuhan garam di
dalam negeri yang masih sangat jauh dari total produksi garam nasional.
Berkenaan dengan hal tersebut,
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Jawa Timur perlu
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
ertama, Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai entitas politik yang
diberi mandat untuk menjadi “pengurus negara” perlu segera merespons aksi protes
petani garam yang cenderung mengarah kepada frustasi sosial, sebagaimana
tergambar dalam aksi protes di Sumenep dan Sampang.
kedua, Respons “pengurus negara” terhadap aksi protes karena rendahnya
harga jual garam di tingkat petani dibandingkan harga patokan pemerintah, harus
benar-benar menjawab persoalan yang dialami petani garam secara solutif, utuh
dan komprehensif. Bukan kebijakan parsial yang hanya bernuansa formalistik dan
simbolik, apalagi sekadar untuk pencitraan politik.
Untuk merumuskan kebijakan yang solutif, utuh dan komprehensif,
pemerintah dan pemerintah daerah harus mengajak dialog berbagai elemen
masyarakat yang memiliki concern dan
kepedulian terhadap keberadaan petani garam.
Keempat, Pada tingkat “pengurus negara”, LPPNU Jawa Timur
mendesak agar pemerintah lebih
mengefektifkan Tim Swasembada Garam (Kementerian
Perdagangan, Kementerian PU,
kementerian Koperasi & UMKM, Kementerian PDT, Kementerian Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kesehatan) dan melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
BUMN, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten se-Madura, untuk
duduk bersama membahas persoalan tata kelola garam yang betul-betul berpihak pada
kepentingan rakyat dan petani garam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar