• Breaking News

    Sabtu, 27 Oktober 2012

    Perusakan Alam Di Gresik Utara Harus Dihentikan

    Banyaknya kegiatan penambangan galian C di wilayah Gresik Utara  cukup memprihatinkan, selain kerusakan lingkungan yang cukup parah, akibat kegiatan penambangan yang kebanyakan ilegal dan eksploitatif  tersebut juga bisa memicu konflik horizontal antar warga sekitar. 

    Seperti kegiatan penambangan galian tanah kapur (galian C) di beberapa desa seperti di desa Kertosono, Wadeng, Lasem dan Sukorejo Kecamatan Sidayu Gresik yang disoal ratusan masyarakat beberapa waktu lalu. Akibat aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan warga tersebut, kini keadaan masyarakat menjadi terbelah. Belum lagi galian C yang berada di beberapa desa di Kecamatan Panceng dan Bungah.



    Menurut ketua Komunitas Kajian LIHAT (Lingkungan Hidup Sehat) Achmad Fathoni M.Sosio, hal itu mestinya tidak perlu terjadi seandainya pemerintah mempunyai ketegasan dalam hal pengelolaan kebijakan agar kualitas lingkungan hidup tidak terus menerus menurun akibat kegiatan eksploitasi dan pemerintah seharusnya berpegangan kepada Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang aktivitas Pertambangan.

    Dikatakan Fathoni, kegiatan galian C yang ada di beberapa desa di kecamatan Sidayu, Bungah, Ujung Pangkah dan Panceng itu tentu sudah diketahui oleh aparatur pemerintahan jauh hari sebelum mereka melakukan eksplorasi. Namun, biasanya yang menjadi persoalan adalah sebelum izin didapatkan, para pengusaha sudah melakukan kegiatan penambangan meskipun tidak mengantongi izin. Dalam beberapa kasus, kebanyakan dari para pengusaha galian beralasan lambannya respon pemerintah  menjadikan mereka gelap mata. 

    Dosen ilmu sosial dan Humaniora jebolan Unair tersebut menambahkan, kalau kegiatan-kegiatan ilegal dan cenderung merusak keseimbangan alam seperti itu terus dilakukan, maka tidak heran jika dalam beberapa tahun kedepan kondisi bumi  kita akan mengalami kerusakan yang parah. 

    "Mestinya pemerintah segera merespon dengan tindakan nyata, yaitu melakukan survei terhadap lokasi, uji UPL dan UKL, serta aspek Corporate Social Responsibility-nya  atau minimal aspek filantropi serta beberapa tindakan sesuai prosedur hukum, sehingga tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk tidak menerbitkan ijin kepada para pengusaha,"terangnya.
    Atau, Pemerintah mengambil kebijakan yang tegas terhadap segala kegiatan penambangan dengan menginventarisir kembali mana perusahaan tambang yang legal dan illegal sehingga bagi setiap pelaku usaha penambangan ketika melakukan penambangan tidak ngawur dan apabila setelah terinventarisir para pengusaha tetap nakal perlu dilakukan penyadaran melalui forum terbuka ilmiah misalnya seminar atau sarasehan dengan mengundang para ahli dibidangnya beserta stakeholder pertambangan baik pelaku atau terdampak.

    Namun daripada itu seperti yang dijelaskan di atas, kebijakan pemerintah harus berbasis pada pelestarian kearifan lokal dan komitmen pada upaya pemulihan atau reklamasi atas wilayah yang mengalami kerusakan akibat industrialisasi.

    "Coba bayangkan, jika kegiatan penambangan (meski tidak berijin,-red) dengan alasan apapun terus dilakukan, maka keseimbangan antara pembangunan  'kawasan' dan pelestarian ekosistem alam tidak akan tercapai sehingga membuat kualitas lingkungan/hidup baik generasi sekarang maupun generasi mendatang  jadi terancam.

    Fathoni mencontohkan, misalnya dengan melakukan reklamasi lahan pasca tambang, dengan mempertimbangan efek sosial ekonomi masyarakat sekitar, sehingga para pengusaha tidak hanya mengambil profit, laba atau untungnya saja dari kegiatan mereka, tetapi juga balancing - nya kepada warga juga dilakukan sehingga akan berdampak pada peningkatan perekonomian dan kelayakan lingkungan hidup sehat bagi warga sekitar. Dengan demikian, konflik horizontal antar warga maupun antara warga, pengusaha maupun pemerintah dapat tereliminir. Maka dari itu kembali saya tegaskan sekali lagi kita perlu mengundang semua stakeholder (pihak-pihak yg terlibat) untuk mengadakan sarasehan atau bincang-bincang untuk mencari rumusan yang elegan.

    "jadi setiap kebijakan pemerintah harus berbasis pada pelestarian kearifan lokal dan komitmen pada upaya pemulihan atau reklamasi atas wilayah yang mengalami kerusakan akibat industrialisasi,"jelasnya dengan nada tinggi.

    Lebih jauh Intelektual muda yang juga berprofesi sebagai bakul songkok tersebut, mengungkapkan, akibat dari kegiatan penambangan galian C di empat desa di Kecamatan Sidayu yang beberapa waktu silam di protes ratusan warga, terbukti telah mengakibatkan kelangkaan air serta mengancam kesuburan tanaman karena air resapan dalam tanah (bumi,-red) semakin menipis setelah 6 perusahaan yang melakukan kegiatan galian disana secara membabi buta telah merusak lingkungan dengan  banyaknya lubang yang dalamnya lebih dari 10 meter dan luasnya hampir seperti luas danau. Anehnya, pemerintah sendiri seolah menutup mata terhadap kasus tersebut.

    Menurut fathoni, pemerintah punya andil besar atas kerusakan alam di wilayah Gresik Utara, yang belakangan diketahui kegiatan penambangan galian tersebut menghasilkan tanah urugan yang lebih banyak diorientasikan untuk mendukung proyek - proyek pemerintah seperti proyek pemekaran kawasan industri dan proyek pemekaran pemukiman penduduk. 

    "jadi saya berharap pemkab Gresik untuk segera mengundang para stakeholder untuk membicarakannya sehingga kegiatan penambangan galian C di wilayah Utara bisa memberi manfaat bersama, namun apabila pemerintah sebagai wakil Tuhan di dunia tidak bisa memfasilitasi kegiatan seminar, sarasehan atau pertemuan dengan semangat keterbukaan dan azaz kejujuran maka rezim sekarang tidak layak memimpin kembali Gresik untuk 5 tahun ke depan dan mulai sekarang segera menghentikan kegiatan penambangan galian C di wilayah Utara jika tidak memiliki ketegasan dan kebijakan yang jelas,"pungkasnya.(Obos/ik/Gresik Gress)

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Fashion

    Beauty

    Travel