Pesisir daratan pantai utara Kabupaten Gresik yang langsung
berhadap-hadapan dengan Laut Jawa membuat wilayah tersebut cukup rentan terhadap
abrasi akibat terjangan gelombang tinggi air laut.
Kondisi Pesisir daratan pantai utara, mulai dari Kecamatan
Panceng, Ujungpangkah, Bungah, hingga Kecamatan Manyar, semakin memprihatinkan setelah di sepanjang
bibir pantai yang memanjang tersebut sebagian besar nampak gundul dan tidak terlihat tanaman bakau/mangrove yang berfungsi sebagai penahan dan pemecah gelombang alami.
Belum lagi pengaruh cuaca ekstrem yang belakangan sering terjadi serta anomaly iklim
bumi akibat pengaruh Global Warming yang kian hari membuat lapisan ozon semakin
menipis.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan kurangnya perhatian pemerintah setempat untuk melakukan pemberdayaan serta penanaman pohon mangrove sebagai upaya pencegahan dan rehabilitasi lahan kritis.
Bahkan, akibat aksi penebangan liar tanaman mangrove/bakau
oleh oknum beberapa tahun silam, membuat sebagian wilayah daratan desa Banyu
Urip Kecamatan Ujung Pangkah tenggelam akibat hempasan ombak besar di tahun 2007 yang membuat puluhan warga desa
kehilangan rumah tempat tinggal serta semua harta bendanya.
Terlepas kenyataan bahwa wilayah di sepanjang pesisir pantai
utara Kabupaten Gresik tersebut sebagian besar bakal disulap menjadi kawasan
industrialisasi baru, kondisi gundul dan gersangnya wilayah tersebut dari hutan
bakau atau tetumbuhan lainnya, membuat sebagian masyarakat Gresik yang peduli
lingkungan merasa prihatin, prihatin atas semakin kritisnya sepanjang bibir
pantai, juga prihatin karena pemerintah setempat seolah membiarkan saja dan kurang
berupaya untuk melakukan revitalisasi atau rehabilitasi atas area yang kritis
tersebut.
Kondisi tersebut, sudah membuat sebagian pemuda di pesisir pantai
utara bergotong-royong berupaya untuk memulihkan kondisi lingkungannya yang rusak dengan
melakukan aneka penghijauan di sekitar bibir pantai yang rawan abrasi, namun,
keterbatasan peralatan dan logistic membuat segala upaya para pemuda tersebut
tidak maksimal, bahkan boleh dikata mendekati kegagalan.
Muhammad Muslich(34), Warga desa Ngemboh kecamatan Ujung
Pangkah kabupaten Gresik, mengatakan, keberadaan pesisir pantai utara Gresik
yang langsung berhadap-hadapan dengan Laut jawa membuat kami kesulitan
melakukan penghijauan.
“bagaimana tidak sulit, jika seusai bibit mangrove kami tanam
di pagi hari, sore harinya bibit-bibit yang baru ditanam itu langsung tergerus
dan terbawa ombak yag datang,”ucap pemuda lulusan Pasca Sarjana unair tersebut.
Dikatakan Muslih, mestinya sebelum ditanami mangrove,
terlebih dahulu dibuat pemecah gelombang dulu
sehingga setiap gelombang air laut yang datang dapat pecah sebelum mencapai
bibir pantai.
“masalahnya, membuat pemecah gelombang di bibir pantai tidaklah murah, karena
struktur material pemecah gelombang terdiri dari bebatuan dan beton yang mahal
harganya dan mustahil bagi kami untuk dapat membelinya,”Imbuh Muslich sembari mengernyitkan
dahinya.
Muslich berharap, ada pihak-pihak tertentu baik dari kalangan
pemerintah setempat maupun para pemodal dan pengusaha yang memberikan
bantuannya agar revitalisasi dan rehabilitasi di kawasan pesisir pantai utara dapat
segera terwujud.
Senada dengan Muslich, Muhammad rosyiddin(42) tokoh pemuda
desa manyar komplek, Manyarejo, Manyar Sidomukti dan Manyar Sidorukun, Kecamatan
manyar, mengatakan, upaya penyelamatan lingkungan di pesisir utara Gresik tidak
bias dilakukan sendirian.
“masing-masing steakholder baik dari masyarakat, pemerintah
maupun pemodal harus saling bergandeng tangan, bahu membahu melakukan upaya
penyelamatan lingkungan,”kata Rosyiddin.
Rosyiddin juga berharap, Pemerintah Pusat maupun pemerintah
Kabupaten Gresik segera turun tangan mencari solusi terkait persoalan
penyelamatan kawasan pesisir utara dari kerusakan lingkungan.
“jika tidak mau turun tangan dan hanya bergeming saja di
balik meja kerjanya, maka jangan heran jika beberapa wilayah daratan di pesisir
pantai utara hilang akibat abrasi,” pungkasnya. (ik/Gresik Gress)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar