

Bahkan, untuk mengantisipasi semakin membesarnya semburan dan semakin banyaknya warga yang ingin menyaksikan peristiwa alam tersebut, sepanjang 300 meter pagar bambu dipasang mengelilingi pusat semburan. "Kami tidak ingin kecolongan dengan jatuhnya korban," kata Hari Sutjipto tegas.

Field Admin Superintenden Joint Operation Body (JOB)-Pertamina Petrochina East Java (PPEJ),Basith Syarwani, mengatakan, secara kasat mata, semburan lumpur disertai minyak mentah dan gas yang terjadi di desa Metatu itu cukup berbeda dengan semburan lumpur Lapindo, namun demikian, dirinya tidak berani mengambil kesimpulan karena material lumpur dan gas yang diambil sebagai sample untuk diuji di laboratorium hingga kini masih belum mendapatkan hasil meski sudah memakan waktu selama 6 hari. namun, basith berani memastikan bahwa kandungan gas metana yang keluar bersamaan semburan tersebut tidak begitu berbahaya bagi manusia meski berpotensi menimbulkan api dan ledakan. "Kalau dibanding dengan dengan gas yang ada di lumpur Lapindo, ini lebih kecil 27 LEL (low eksplisit Limit),"ungkap Basith.
Untuk mengetahui sejauh mana kandungan minyak dan gas yang keluar secara terus menerus dari pusat semburan serta menyelidiki sejauh mana potensi bencana yang dapat ditimbulkan, beberapa Tim Ahli Minyak dan Gas Bumi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM sudah turun ke lapangan untuk melakukan observasi dan mengambil sample untuk diteliti.
Kedatangan mereka untuk mengetahui sejauh mana potensi bencana yang dapat ditimbulkan semburan minyak mentah dan lumpur bercampur gas tersebut bagi kelangsungan ekosistem lingkungan dan masyarakat sekitar. "Setelah dilakukan analisis sampling, nanti langsung di bawa ke laboratorium migas agar dapat diketahui komposisinya, sehingga akan dapat disusun langkah - langkah antisipatif berikutnya,” kata Akhmad Zaennudin, Penyelidik Bumi Madya Badan Geologi Kementerian ESDM.
Dikatakan Akhmad Zaennudin, dibutuhkan waktu dua minggu untuk mengetahui komposisi gas yang memicu semburan.
Dikatakan Akhmad Zaennudin, dibutuhkan waktu dua minggu untuk mengetahui komposisi gas yang memicu semburan.
“Selain gas Metana (CH4) yang sudah terdeteksi mengalami peningkatan volume di udara, juga terdeteksi ada gas Hidro Karbon (CO2) yang keluar dari pusat semburan,”katanya.
Banyak pihak dan pakar yang mencermati semburan lumpur disertai minyak mentah dan gas yang terjadi di desa Metatu, Benjeng, Gresik ini, mereka menganggap penanganan yang komprehensif sejak dini akan menghindarkan masyarakat dan lingkungan dari ancaman kerusakan dan bencana jika ternyata semburan tersebut seperti yang terjadi pada semburan lumpur Lapindo.(ik/Gresik Gress)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar